Al-Mustafid: Journal of Quran and Hadith Studies
https://ejournal.iain-manado.ac.id/mustafid
<p>Al-Mustafid: Journal of Quran and Hadith Studies adalah sebuah Jurnal blind peer-review yang didekasikan untuk publikasi hasil penelitian ilmiah yang berkualitas dalam bidang ilmu al-Qur'an, Tafsir, Ilmu Hadis dan Living Qur'an dan Hadis, bersifat akses terbuka yang memungkinkan artikel tersedia secara bebas online tanpa berlangganan</p>Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Manadoen-USAl-Mustafid: Journal of Quran and Hadith Studies2986-0342Analisis Hukum Ghīlah dan ‘Azl
https://ejournal.iain-manado.ac.id/mustafid/article/view/1440
<p>Syariat Islam tidak hanya mengatur aspek ibadah ritual, tetapi juga mencakup dimensi biologis dan sosial kehidupan manusia, termasuk dalam hubungan suami istri. Dua praktik yang dikenal sejak masa Nabi Muhammad ﷺ, yaitu <em>ghīlah</em> (hubungan suami istri saat istri sedang menyusui) dan <em>‘azl</em> (mengeluarkan mani di luar rahim), mencerminkan fleksibilitas hukum Islam yang mempertimbangkan antara kemaslahatan dan kemudaratan. Hadis riwayat Muslim nomor 1442 menjadi landasan utama dalam memahami hukum kedua praktik tersebut, dengan penekanan bahwa Nabi ﷺ tidak melarang <em>ghīlah</em>, dan para sahabat melakukan <em>‘azl</em> tanpa adanya larangan eksplisit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status hukum <em>ghīlah</em> dan <em>‘azl</em> melalui pendekatan <em>takhrīj</em> hadis, analisis <em>matan</em>, serta telaah terhadap pandangan para ulama klasik. Selain itu, studi ini juga mengaitkan interpretasi tradisional dengan konteks kontemporer, khususnya dalam isu kesehatan ibu dan anak, serta hak reproduksi dalam institusi pernikahan. Hasil kajian menunjukkan bahwa hadis riwayat Muslim nomor 1442 berstatus <em>ṣaḥīḥ</em> dan dapat dijadikan <em>ḥujjah</em> dalam penetapan hukum. Hadis ini juga tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip medis modern, terutama terkait kesehatan ibu menyusui dan perencanaan keluarga. Selain itu, pemahaman terhadap hadis-hadis hukum seperti ini memerlukan pendekatan multidisipliner, yang tidak hanya bertumpu pada analisis tekstual, tetapi juga mempertimbangkan <em>maqāṣid al-syarī‘ah</em> serta dinamika sosial yang terus berkembang.</p>Ahmad Alfan KhalilAhmad Ubaydi Hasbillah
##submission.copyrightStatement##
2025-06-302025-06-304111910.30984/mustafid.v4i1.1440Persepsi Orientalis terhadap Hadis: Kajian Epistemologi
https://ejournal.iain-manado.ac.id/mustafid/article/view/1208
<p>Tulisan ini mengkaji tentang studi hadis di kalangan orientalis, yang mencakup motivasi, metode, serta pandangan mereka terhadap hadis Nabi Muhammad saw. Penelitian ini termasuk dalam jenis riset kepustakaan (<em>library research</em>)<em>, </em>dengan sumber datanya berupa literature-literatur terkait. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa orientalis adalah istilah untuk ahli yang mempelajari dunia Timur, termasuk budaya, agama, sejarah, dan masyarakatnya. Motivasi mereka beragam, mulai dari misi keagamaan, kepentingan politik, eksplorasi bisnis, hingga tujuan ilmiah. Dalam kajian hadis, para orientalis sering berpendapat bahwa hadis dan sunnah tidak berasal dari Nabi Muhammad saw. Mereka menganggap sanad dan matan sebagai hasil rekayasa, serta menolak hadis sebagai sumber hukum Islam dengan dalih bahwa Nabi tidak diutus untuk menetapkan hukum. Namun, tidak semua orientalis hanya mengkritik. Arent Jan Wensinck (1939 M) memberikan kontribusi besar dalam ilmu hadis dengan menyusun karya monumental seperti <em>al-Mu’jam al-Mufahrats li Alfazh al-Hadis an-Nabawi</em> dan <em>Miftah Kunuz al-Sunnah</em>. Karya ini memudahkan peneliti dalam melacak dan memahami hadis dengan lebih sistematis.</p>Amrullah AmrullahAmrullah HarunIrfan Jaya Sakti
##submission.copyrightStatement##
2025-06-302025-06-3041203210.30984/mustafid.v4i1.1208Nilai Ekologis Islam: Konsep Khalifah dan Amanah
https://ejournal.iain-manado.ac.id/mustafid/article/view/1361
<p>Krisis lingkungan global yang kian parah menuntut respons yang tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga fundamental dari sisi etis dan spiritual. Artikel ini berargumen bahwa Islam, melalui konsep ekologisnya, menawarkan kerangka kerja yang kokoh untuk mengatasi krisis tersebut. Fokus utama penelitian ini adalah pada konsep Khalifah (wakil Tuhan di bumi) dan Amanah (mandat kepercayaan), yang dianalisis secara mendalam melalui pendekatan kualitatif dengan studi pustaka terhadap ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadis. Hasil analisis menunjukkan bahwa konsep Khalifah memosisikan manusia bukan sebagai penguasa absolut, melainkan sebagai pengelola yang bertanggung jawab atas kelestarian alam. Sementara itu, konsep Amanah menegaskan bahwa sumber daya alam adalah titipan suci yang harus dimanfaatkan secara adil, proporsional, dan berkelanjutan. Dengan demikian, internalisasi kedua nilai ini dapat mentransformasikan perilaku manusia dari eksploitatif menjadi harmonis, serta menjadikan upaya pelestarian lingkungan sebagai wujud ibadah dan pemenuhan tanggung jawab spiritual.</p>Muhammad ArsyadNoor Hasanah
##submission.copyrightStatement##
2025-06-302025-06-3041334810.30984/mustafid.v4i1.1361Eksistensi Kenabian Perempuan Perspektif Faqihuddin Abdul Kodir dan Implikasinya pada Keulamaan Perempuan
https://ejournal.iain-manado.ac.id/mustafid/article/view/1496
<p data-sourcepos="3:1-3:563"><span class="citation-65 citation-end-65">Penelitian ini </span>mengkaji konsep kenabian perempuan oleh Faqihuddin Abdul Kodir dan implikasinya pada keulamaan perempuan. Faqihuddin melalui metode Qira’ah Mubadalah, berupaya menyetarakan posisi perempuan dalam ranah kenabian dan keulamaan, dengan landasan prinsip kesalingan atau resiprokal. Meskipun ulama klasik seperti Abu Hasan Al-Asy’ari, Al-Qurtubi, Ibn Hajar Al-Asqalani, dan Ibn Hazm mengakui nabi perempuan, Faqihuddin juga menyoroti penafsiran ulang term maskulinitas seperti <em>‘rijalun’</em> pada ayat kenabian, yang dapat bermakna "orang-orang" secara umum. Ia berupaya menyetarakan posisi perempuan dalam ranah kenabian bahkan kerasulan dan keulamaan, dengan menyoroti bahwa ketiadaan nabi perempuan tidak boleh memarginalisasi spiritualitas dan keulamaan perempuan, sebab ulama adalah pewaris nabi dan keulamaan adalah kerja profetik berbasis keilmuan, bukan gender. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi pustaka, menggunakan analisis isi dan analisis diskursus terhadap karya Faqihuddin, terutama "Qira'ah Mubadalah", serta teks Al-Qur'an dan pandangan ulama klasik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Faqihuddin mengurai bias gender dalam penafsiran agama, dengan membaca kembali ayat-ayat yang memiliki indikasi kenabian bahkan kerasulan pada perempuan yaitu pada Qs. Al-Qashash: 7, Qs. Yusuf: 109 An-Nahl: 43 dan Al-Anbiya: 7, yang memberikan dasar teologis bagi eksistensi kenabian perempuan, dan secara fundamental mendukung keulamaan perempuan, yang relevan dalam diskursus keislaman kontemporer.</p>Abdannisa Az-Zalfa Halid
##submission.copyrightStatement##
2025-06-302025-06-3041496410.30984/mustafid.v4i1.1496Implikasi Perbedaan Qira’at terhadap Hukum dan Penafsiran dalam Kitab Tafsir Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān
https://ejournal.iain-manado.ac.id/mustafid/article/view/1493
<p>Qira’at merupakan perbedaan cara baca al-Qur’an, yang diterima oleh Nabi Muhammad saw. dari Allah Swt. yang kemudian banyak ditentang oleh kelompok orientalis. Penelitian kali ini bertujuan untuk membuktikan perkataan orientalis, yang berpendapat bahwasannya perbedaan bacaan yang terjadi, dikarenakan bahasa Arab pada zaman awal, ditulis tanpa menggunakan harakat dan titik, sehingga menimbulkan pemahaman yang berbeda dari orang yang membacanya, dan tidak sama sekali berpengaruh terhadap pemaknaan sebuah ayat. Maka dari itu, penelitian ini dibuat untuk melihat perbedaan Qira’at dan implikasinya terhadap hukum dan penafsiran, dalam kitab tafsir monumental karya Imam aṭ-Ṭabarī yakni kitab tafsir Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān. Sehingga penelitian ini diberi judul “Implikasi Perbedaan Qira’at terhadap Hukum dan Penafsiran dalam Kitab Tafsir Jāmi‘ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur’ān.” Dengan menggunakan metode penelitian Library Research (penelitian kepustakaan) dan dengan menggunakan metode penelitian tafsir Muqarran (perbandingan), yakni dengan membandingkan antara riwayat Qālūn dari Imam Nāfi’ dan riwayat Ḥafṣ dari Imam ‘Āṣim dari segi farsy al-Ḥurūf dalam Q.S. Āli ‘Imrān dan Q.S. anNisā’. Hasil penelitian yang dapat disimpulkan adalah, terdapat perbedaan penafsiran di dalam ayat-ayat yang memiliki perbedaan bacaan (farsy al-Ḥurūf) diantara riwayat Qālūn dari Imam Nāfi’ dan riwayat Ḥāfṣ dari Imam ‘Āṣim, dan tidak ditemukan perbedaan Qira’at diantara keduanya dalam surah yang diteliti yang berimplikasi terhadap sebuah hukum. Namun, ditemukan perbedaan Qira’at yang berimplikasi pada hukum, dalam perbandingan riwayat yang lain, pada Q.S. an-Nisā’ ayat 43.</p>Muhammad Fadli RahmanMuhammad ImranSt. Nur Syahidah Dzatun Nurain
##submission.copyrightStatement##
2025-06-302025-06-3041658710.30984/mustafid.v4i1.1493Keadilan Ekologis dalam Perspektif Al-Qur'an: Membaca Surah An-Nahl Ayat 3 Melalui Kaidah Izhhar dan Idhmar
https://ejournal.iain-manado.ac.id/mustafid/article/view/1349
<p>Artikel ini membahas konsep keadilan ekologis dalam perspektif Al-Qur'an melalui pendekatan kaidah izhhar (penyebutan eksplisit) dan idhmar (penyebutan implisit) dengan fokus pada Surah An-Nahl ayat 3. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana ayat tersebut dapat menjadi landasan teologis dalam mendorong kesadaran ekologis dan tanggung jawab manusia terhadap alam. Metode yang digunakan adalah pendekatan tafsir tematik, yang menghubungkan kandungan ayat dengan prinsip izhhar dan idhmar serta relevansinya terhadap isu lingkungan kontemporer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Surah An-Nahl ayat 3 memberikan penekanan pada kebesaran Allah sebagai pencipta segala sesuatu melalui tanda-tanda yang tersurat (izhhar) dan tersirat (idhmar) di alam. Pendekatan ini menegaskan bahwa kejelasan keberadaan Allah dapat ditemukan dalam keteraturan dan harmoni alam. Dengan demikian, manusia memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga keseimbangan lingkungan sebagai bentuk ibadah kepada Allah. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa keadilan ekologis dalam Al-Qur'an bukan hanya terkait dengan pelestarian lingkungan, tetapi juga dengan keadilan sosial yang berkelanjutan. Kesimpulannya, kaidah izhhar dan idhmar dapat menjadi alat hermeneutik untuk memahami pesan-pesan ekologis dalam Al-Qur'an, terutama dalam kaitannya dengan keadilan dan tanggung jawab manusia terhadap alam.</p>Mohammad Akib
##submission.copyrightStatement##
2025-06-302025-06-30418810510.30984/mustafid.v4i1.1349