AKULTURASI BUDAYA TIONGHOA DAN ISLAM DALAM MASJID PACINAN TINGGI

  • Amaira Azizah UIN Raden Intan Lampung
  • Ade Darwin UIN Raden Intan Lampung
  • Wilda Salsabila UIN Raden Intan Lampung
  • Shelfva Agesti UIN Raden Intan Lampung
  • Ade Darwin UIN Raden Intan Lampung
  • Abd Rahman Hamid UIN Raden Intan Lampung
  • Agus Mahfudin Setiawan UIN Raden Intan Lampung
Keywords: Islam, Akulturasi, Tionghoa, Masjid

Abstract

Masjid Pacinan di Banten merupakan salah satu masjid tertua yang dibangun pada tahun 1552 dan merepresentasikan akulturasi budaya antara Islam dan Tionghoa. Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai sosok pendirinya, beberapa sumber menyebutkan Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati sebagai tokoh penting dalam sejarah pembangunannya. Masjid ini dulunya terletak di kawasan permukiman Tionghoa Muslim dan menjadi pusat kegiatan keagamaan, bahkan pernah digunakan oleh Sultan Hasanuddin untuk salat Jumat sebelum mendirikan Masjid Agung Banten. Nilai historis dan budaya masjid ini tercermin dari arsitektur khas serta keberadaan dua makam yang menunjukkan keragaman identitas Muslim pada masa itu. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi pustaka dan observasi lapangan untuk menggali nilai-nilai sejarah, budaya, dan simbol toleransi yang melekat pada Masjid Pacinan. Data diperoleh melalui analisis dokumen sejarah, literatur terkait, dan pengamatan kondisi fisik situs. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Masjid Pacinan memiliki makna penting sebagai simbol integrasi budaya dan toleransi umat beragama. Pelestarian masjid ini menjadi upaya strategis dalam menjaga warisan sejarah, memperkuat keberagaman, serta menumbuhkan kesadaran akan pentingnya hidup berdampingan secara harmonis dalam masyarakat multikultural.

Published
2025-07-02