Guru sebagai Agen Perubahan, Bebaskan Siswa dari Perundungan Verbal
Abstract
Latar belakang dilakukannya pengabdian masyarakat ini adalah munculnya perundungan verbal oleh guru kepada siswa di sekolah yang dianggap rasional, karena berkaitan dengan penggunaan bahasa sehari-hari yang dipengaruhi oleh aspek sosio-historis dan sosio-kultural. Guru memegang peranan penting dalam proses perkembangan siswa, karena guru adalah pengganti orang tua selama siswa berada di sekolah. Berkaitan dengan hal tersebut, maka guru harus menjadi contoh yang baik bagi setiap muridnya, terutama dalam berbahasa. Bahasa akan selalu digunakan dalam proses mendidik siswa, yaitu digunakan dalam proses dialog, penyampaian materi belajar, berdiskusi dan lain sebagainya. Guru harus mampu memilah dan memilih bahasa yang baik untuk digunakan di sekolah agar siswa dapat meniru hal-hal yang baik. Bahasa tidak muncul begitu saja, melainkan muncul dalam praktik sosial masyarakatnya. Praktik penggunaan bahasa yang kurang tepat turut menyumbang permasalahan perundungan verbal. Perundungan verbal yang dipengaruhi oleh budaya dan praktik sosial masyarakat dalam menggunakan bahasa seakan dianggap sebagai hal yang wajar dan ternormalisasi dalam kehidupan sehari-hari. Pengabdian masyarakat ini dilakukan untuk menawarkan perubahan dengan menciptakan kebiasaan baru dalam konteks pendidikan, sebagai tempat untuk memproduksi perilaku-perilaku positif. Kebiasaan baru yang ditawarkan adalah guru mampu berbahasa secara lebih positif agar siswa meniru hal yang positif guna menghilangkan perundungan verbal. Metode yang digunakan adalah Participatory Action Research (PAR) bersama komunitas guru Sekolah X sebanyak 33 orang. Kegiatan pengabdian ini dikemas dalam bentuk kegiatan ceramah dan diskusi untuk mencapai kebiasaan baru yang diharapkan. Hasil dari pengabdian masyarakat ini adalah guru Sekolah X cenderung sulit untuk mengubah perilaku mereka terkait dengan penggunaan bahasa dalam konteks sekolah yang dapat disebut sebagai resistensi budaya, yaitu adanya penolakan terhadap perubahan karena kebiasaan dan norma yang telah mengakar kuat dalam lingkungan sehari-hari para guru berkaitan dengan penggunaan bahasa sehari-hari. Resistensi budaya menyebabkan penggunaan bahasa kasar dianggap biasa dan tidak lagi dipandang sebagai bentuk perundungan pada konteks lingkungan masyarakat tertentu